Cita-cita untuk dicapai, Bukan diratapi >>> Cita-citaku setinggi tanah.
"
"Ada masanya kita kehilangannya setelah berusaha keras."
"Ada masanya kita ingin menangis ketika semua itu terjadi akibat kelemahan diri sendiri."
"Rejeki itu tidak pernah pergi, cuma menunggu waktu yang tepat untuk kembali"
"
Official Trailer
Cita-citaku setinggi tanah
by : Eugene Panji
SCORE : 7/10
Kurang lebih serupa (tapi tak sama) seperti mayoritas penonton yang
terbawa akibat saran dari presenter Andy F. Noya. Saya pun memutuskan
untuk menontonnya dengan pacar saat sedang mengambil data skripsi di jogja huahahahaha, sebagaimana yang dibilang si sutradara, Ia mengatakan kalau hasil penjualan
tiket akan sepenuhnya disumbangkan, yang justru semakin menambah rasa
penasaran saya setelah judulnya yang unik.
Begitu menonton, kita akan disuguhi penampakan impian anak-anak, yang dilanjutkan dengan kegiatan baris-berbaris di sekolah, yang kemudian ditujukan dengan perkenalan 4 siswa yang bersahabat satu sama lain, masing-masing berikut kepribadian dan keunikannya. Di mana siswa terakhir yang dikenalkan adalah tokoh utama kita, Agus, yang bercita-cita ingin makan di restoran Padang (kontras dengan manusia lain yang biasa heboh melalui M*ster Ch*f).
Selanjutnya, selama film ini, kita pun dihadapkan pada bagaimana Agus berusaha memenuhi cita-citanya setelah diinspirasi oleh tetangganya, yang mengatakan apabila cita-cita itu berharga, bukan untuk ditulis, tapi untuk direalisasikan.
Salah satunya yang paling mencolok, adalah pada mulanya, Agus menerima tekanan berat dari ayahnya yang hanya mengelola pabrik tahu. Dimana selanjutnya, tekanan itu ternyata hanyalah sebatas efek samping semata.
Memang kelihatannya sepele, tapi sebenarnya ini agak mengganggu, secara apabila konflik utama dari film ini adalah cita-cita, maka tidaklah perlu memberi sorotan yang berpotensi menambah beban pendukung yang justru bisa dieksplorasi lebih jauh. Selain itu, overall film ini memang bagus, Selama film ini, kita dihadapkan pada ironi salah satu sudut kehidupan di Indonesia.
> "Saking jagonya masak tahu bacem, tiap hari itu terus."
> "Zaman dulu, bapak sekolah itu pakai otak, bukan duit."
> "Sudah. Kalau tugas prakarya, biar ibu saja yang kerjakan."
> "Anak-anak zaman sekarang makannya malah di tempat makan ayam bapak tua berjenggot."
> "Kalau direkturnya seneng, kemungkinan dia merhatiin kamu makin besar."
> Impian tinggi, kerjaannya ngupil.
> Memasukkan surat ke kotak pos, padahal kantor pos tepat di depan.
Memang luar biasa sekali film ini, Itulah Indonesia dengan segala kehebatannya.
Tapi dibandingkan semua itu, hal yang paling membuat saya senang adalah ketika Agus menangis di pelukan neneknya, juga ketika Agus mengatakan kalau Ia ingin mewujudkan cita-citanya bersama orangtuanya, yang menandakan babak akhir cerita. Itulah yang namanya usaha meraih cita-cita.
Begitu menonton, kita akan disuguhi penampakan impian anak-anak, yang dilanjutkan dengan kegiatan baris-berbaris di sekolah, yang kemudian ditujukan dengan perkenalan 4 siswa yang bersahabat satu sama lain, masing-masing berikut kepribadian dan keunikannya. Di mana siswa terakhir yang dikenalkan adalah tokoh utama kita, Agus, yang bercita-cita ingin makan di restoran Padang (kontras dengan manusia lain yang biasa heboh melalui M*ster Ch*f).
Selanjutnya, selama film ini, kita pun dihadapkan pada bagaimana Agus berusaha memenuhi cita-citanya setelah diinspirasi oleh tetangganya, yang mengatakan apabila cita-cita itu berharga, bukan untuk ditulis, tapi untuk direalisasikan.
Salah satunya yang paling mencolok, adalah pada mulanya, Agus menerima tekanan berat dari ayahnya yang hanya mengelola pabrik tahu. Dimana selanjutnya, tekanan itu ternyata hanyalah sebatas efek samping semata.
Memang kelihatannya sepele, tapi sebenarnya ini agak mengganggu, secara apabila konflik utama dari film ini adalah cita-cita, maka tidaklah perlu memberi sorotan yang berpotensi menambah beban pendukung yang justru bisa dieksplorasi lebih jauh. Selain itu, overall film ini memang bagus, Selama film ini, kita dihadapkan pada ironi salah satu sudut kehidupan di Indonesia.
> "Saking jagonya masak tahu bacem, tiap hari itu terus."
> "Zaman dulu, bapak sekolah itu pakai otak, bukan duit."
> "Sudah. Kalau tugas prakarya, biar ibu saja yang kerjakan."
> "Anak-anak zaman sekarang makannya malah di tempat makan ayam bapak tua berjenggot."
> "Kalau direkturnya seneng, kemungkinan dia merhatiin kamu makin besar."
> Impian tinggi, kerjaannya ngupil.
> Memasukkan surat ke kotak pos, padahal kantor pos tepat di depan.
Memang luar biasa sekali film ini, Itulah Indonesia dengan segala kehebatannya.
Tapi dibandingkan semua itu, hal yang paling membuat saya senang adalah ketika Agus menangis di pelukan neneknya, juga ketika Agus mengatakan kalau Ia ingin mewujudkan cita-citanya bersama orangtuanya, yang menandakan babak akhir cerita. Itulah yang namanya usaha meraih cita-cita.
pesan moral kisah ini.
"Ada masanya kita kehilangannya setelah berusaha keras."
"Ada masanya kita ingin menangis ketika semua itu terjadi akibat kelemahan diri sendiri."
"Rejeki itu tidak pernah pergi, cuma menunggu waktu yang tepat untuk kembali"
Saya bisa bilang, ini film bagus yang sangat disayangkan, Kenapa sangat disayangkan? karena manajemen event yang dibawa film ini kurang begitu baik.
overall, film ini cukup recommended, terlebih untuk ditonton generasi penerus bangsa ini supaya memiliki cita-cita hidup yang tidak terlalu rumit, karena cita-cita memang harus diwujudkan, bukan diratapi.
overall, film ini cukup recommended, terlebih untuk ditonton generasi penerus bangsa ini supaya memiliki cita-cita hidup yang tidak terlalu rumit, karena cita-cita memang harus diwujudkan, bukan diratapi.
salam,
Official Trailer
Cita-citaku setinggi tanah
by : Eugene Panji
SCORE : 7/10
Kurang lebih serupa (tapi tak sama) seperti mayoritas penonton yang
terbawa akibat saran dari presenter Andy F. Noya. Saya pun memutuskan
untuk menontonnya dengan pacar saat sedang mengambil data skripsi di jogja huahahahaha, sebagaimana yang dibilang si sutradara, Ia mengatakan kalau hasil penjualan
tiket akan sepenuhnya disumbangkan, yang justru semakin menambah rasa
penasaran saya setelah judulnya yang unik.
Begitu menonton, kita akan disuguhi penampakan impian anak-anak, yang dilanjutkan dengan kegiatan baris-berbaris di sekolah, yang kemudian ditujukan dengan perkenalan 4 siswa yang bersahabat satu sama lain, masing-masing berikut kepribadian dan keunikannya. Di mana siswa terakhir yang dikenalkan adalah tokoh utama kita, Agus, yang bercita-cita ingin makan di restoran Padang (kontras dengan manusia lain yang biasa heboh melalui M*ster Ch*f).
Selanjutnya, selama film ini, kita pun dihadapkan pada bagaimana Agus berusaha memenuhi cita-citanya setelah diinspirasi oleh tetangganya, yang mengatakan apabila cita-cita itu berharga, bukan untuk ditulis, tapi untuk direalisasikan.
Salah satunya yang paling mencolok, adalah pada mulanya, Agus menerima tekanan berat dari ayahnya yang hanya mengelola pabrik tahu. Dimana selanjutnya, tekanan itu ternyata hanyalah sebatas efek samping semata.
Memang kelihatannya sepele, tapi sebenarnya ini agak mengganggu, secara apabila konflik utama dari film ini adalah cita-cita, maka tidaklah perlu memberi sorotan yang berpotensi menambah beban pendukung yang justru bisa dieksplorasi lebih jauh. Selain itu, overall film ini memang bagus, Selama film ini, kita dihadapkan pada ironi salah satu sudut kehidupan di Indonesia.
> "Saking jagonya masak tahu bacem, tiap hari itu terus."
> "Zaman dulu, bapak sekolah itu pakai otak, bukan duit."
> "Sudah. Kalau tugas prakarya, biar ibu saja yang kerjakan."
> "Anak-anak zaman sekarang makannya malah di tempat makan ayam bapak tua berjenggot."
> "Kalau direkturnya seneng, kemungkinan dia merhatiin kamu makin besar."
> Impian tinggi, kerjaannya ngupil.
> Memasukkan surat ke kotak pos, padahal kantor pos tepat di depan.
Memang luar biasa sekali film ini, Itulah Indonesia dengan segala kehebatannya.
Tapi dibandingkan semua itu, hal yang paling membuat saya senang adalah ketika Agus menangis di pelukan neneknya, juga ketika Agus mengatakan kalau Ia ingin mewujudkan cita-citanya bersama orangtuanya, yang menandakan babak akhir cerita. Itulah yang namanya usaha meraih cita-cita.
Begitu menonton, kita akan disuguhi penampakan impian anak-anak, yang dilanjutkan dengan kegiatan baris-berbaris di sekolah, yang kemudian ditujukan dengan perkenalan 4 siswa yang bersahabat satu sama lain, masing-masing berikut kepribadian dan keunikannya. Di mana siswa terakhir yang dikenalkan adalah tokoh utama kita, Agus, yang bercita-cita ingin makan di restoran Padang (kontras dengan manusia lain yang biasa heboh melalui M*ster Ch*f).
Selanjutnya, selama film ini, kita pun dihadapkan pada bagaimana Agus berusaha memenuhi cita-citanya setelah diinspirasi oleh tetangganya, yang mengatakan apabila cita-cita itu berharga, bukan untuk ditulis, tapi untuk direalisasikan.
Salah satunya yang paling mencolok, adalah pada mulanya, Agus menerima tekanan berat dari ayahnya yang hanya mengelola pabrik tahu. Dimana selanjutnya, tekanan itu ternyata hanyalah sebatas efek samping semata.
Memang kelihatannya sepele, tapi sebenarnya ini agak mengganggu, secara apabila konflik utama dari film ini adalah cita-cita, maka tidaklah perlu memberi sorotan yang berpotensi menambah beban pendukung yang justru bisa dieksplorasi lebih jauh. Selain itu, overall film ini memang bagus, Selama film ini, kita dihadapkan pada ironi salah satu sudut kehidupan di Indonesia.
> "Saking jagonya masak tahu bacem, tiap hari itu terus."
> "Zaman dulu, bapak sekolah itu pakai otak, bukan duit."
> "Sudah. Kalau tugas prakarya, biar ibu saja yang kerjakan."
> "Anak-anak zaman sekarang makannya malah di tempat makan ayam bapak tua berjenggot."
> "Kalau direkturnya seneng, kemungkinan dia merhatiin kamu makin besar."
> Impian tinggi, kerjaannya ngupil.
> Memasukkan surat ke kotak pos, padahal kantor pos tepat di depan.
Memang luar biasa sekali film ini, Itulah Indonesia dengan segala kehebatannya.
Tapi dibandingkan semua itu, hal yang paling membuat saya senang adalah ketika Agus menangis di pelukan neneknya, juga ketika Agus mengatakan kalau Ia ingin mewujudkan cita-citanya bersama orangtuanya, yang menandakan babak akhir cerita. Itulah yang namanya usaha meraih cita-cita.
pesan moral kisah ini.
"Ada masanya kita kehilangannya setelah berusaha keras."
"Ada masanya kita ingin menangis ketika semua itu terjadi akibat kelemahan diri sendiri."
"Rejeki itu tidak pernah pergi, cuma menunggu waktu yang tepat untuk kembali"
Saya bisa bilang, ini film bagus yang sangat disayangkan, Kenapa sangat disayangkan? karena manajemen event yang dibawa film ini kurang begitu baik.
overall, film ini cukup recommended, terlebih untuk ditonton generasi penerus bangsa ini supaya memiliki cita-cita hidup yang tidak terlalu rumit, karena cita-cita memang harus diwujudkan, bukan diratapi.
overall, film ini cukup recommended, terlebih untuk ditonton generasi penerus bangsa ini supaya memiliki cita-cita hidup yang tidak terlalu rumit, karena cita-cita memang harus diwujudkan, bukan diratapi.
salam,
0 komentar:
Posting Komentar